Tuesday, February 2, 2016

Cara Gereja Katholik Mengakali Perceraian

Salah satu agama yang melarang adanya perceraian adalah agama Katholik. Ketika pernikahan terjadi secara Katholik, artinya kontrak seumur hidup hanya dengan satu orang sampai salah satunya mati.
Secara administrasi pun sangat teratur dan ketat. Bila Anda sekarang menikah secara Katholik di Singaparna misalnya, maka mau ke Timbuktu sekalipun tidak ada pastur yang bisa/mau menikahkan, karena status pernikahan Anda yang lalu tercatat dan berlaku di seluruh dunia.

Tidak ada kata CERAI di Katholik. Mau bagaimana juga kondisi rumah tangga Anda, bahagia atau menderita, tidak ada kata CERAI.
Tapi ada satu mekanisme yang "mengakalinya", yaitu pembatalan pernikahan.
Dua orang yang dinyatakan sah menikah secara Katholik, dapat dicari celah untuk dibatalkan pernikahannya dan dinyatakan tidak pernah terjadi.

"Apa yang disatukan Allah, tidak bisa diceraikan oleh manusia."
Iya, itu benar, dan diterapkan dalam gereja Katholik. Tapi para ulamanya membuat celah dari petikan ayat injil tersebut, dan ditemukanlah kata padanan yang berbeda tapi punya akibat sama, DIBATALKAN.

Suatu aturan dibuat untuk dilaksanakan dan sekaligus dicari celahnya.
Mengapa pula membuat aturan tidak boleh bercerai tapi boleh dibatalkan?
Aturan yang, konon, berasal dari Allah sendiri, telah dikangkangi oleh ambisi dan kelihaian manusia.
Pemuka agama Katholik melarang keras perceraian, tapi mencarikan celah lain untuk bercerai, yaitu dengan dibatalkannya pernikahan yang telah terjadi.
Lalu ketika suatu pernikahan dibatalkan dan dianggap tidak pernah terjadi, bagaimana nasib anak hasil hubungan "haram" itu?
bagaimana perasaan para saksi yang merasa melihat suatu pernikahan terjadi?
Paradoks, standar ganda.

"Mendingan gak usah sok nglarang cerai deh, kalo cuma untuk diakali dan ganti nama jadi pembatalan nikah..."
Dan bila wacana ini dilempar ke para ulama, maka jawaban yang muncul,
"Sana belajar agama lagi..."
"Bukan begitu sebenarnya, tapi bla bla bla..."
"Coba lihat secara obyektif..."
Bila dua orang menikah secara Katholik, lalu "tidak bersama lagi", maka apa pun penyebutannya, terlah terjadi PERCERAIAN yang "direstui" gereja Katholik.


Saya sangat menghargai hak privat orang lain. Mau Anda menikah atau tidak, itu pilihan Anda.
Mau Anda bertahan dalam pernikahan atau bercerai, itu juga suatu pilihan.
Tapi nyatakanlah itu secara tegas.
"Ya..saya menikah."
"Ya..saya bercerai."
"Ya..Anda sudah menikah dan sekarang bercerai."
"Ya...Anda sudah menikah dan tidak boleh bercerai..."
tanpa ada embel-embel,
"Ya...Anda sudah menikah dan tidak boleh bercerai, tapi bisa dibatalkan lho..."


Pernikahan itu perjuangan seumur hidup.
Saat kita memutuskan untuk menikah, artinya kita harus mau terima konsekuensinya.
Berjuang sampai mati untuk mempertahankannya.
Kalau merasa tidak mampu atau tidak yakin, maka jangan pernah memaksakan diri.
Pernikahan itu seharusnya suci dan penuh pertimbangan dewasa dan bukannya hanya sekedar legalisasi seks dan beranak pinak.


Menikahlah bila Anda ingin atau merasa wajib.
Berpikirlah 2x saat Anda mencintai seseorang.
Berpikirlah 10x saat Anda memilih untuk menikahinya.
Berpikirlah 1000x saat Anda memutuskan untuk bercerai dengan seseorang yang, konon, pernah Anda cintai.




Share:

0 comments:

Post a Comment

Definition List

Unordered List

Support